Welcome Myspace Comments

Rabu, 09 November 2011

Sang Penemu Hukum Newton

Sir Issac Newton
 Latar Belakang
  • Newton (1642-1727) tidak bisa dilewatkan begitu saja dalam modernisme terutama dalam bidang sains.
  • Ia lahir prematur dan sangat lemah serta sakit-sakitan. Anak-anak yang sakit atau prematur biasanya cerdas.
  • Karena secara fisik lemah, maka ketika di Sekolah Dasar, ia sangat ambisius secara intelektual: ingin mengalahkan orang lain secara intelektual
  • Ia juga sangat kreatif waktu SD, misalnya: selalu mencari ide-ide baru dan segar serta tampil beda (rada eksentrik gitu loh!)
  • Ketika lagi mengerjakan sesuatu dalam konsentrasi tingkat tinggi, ia kelihatan seperti lagi ‘trance’ (pengalaman terangkat ke dunia lain).
  • Tidak mengherankan jika pada umur 25 tahun ia menemukan beberapa hal yang menarik dan penting misalnya: metode kalkulus (bersaing dengan Leibniz), hal gravitasi umum, dan mampu membuktikan bahwa “cahaya putih” adalah paduan segala warna.
  • Konsentrasinya pada sains membuatnya memutuskan untuk hidup membujang (bukan asal bujang, tapi bujang dengan tujuan yang lebih besar yakni mengabdi secara total kepada sains!)
  • Meskipun ia besar sebagai seorang Fisikawan dan umumnya dikenal demikian, sebetulnya cita-citanya adalah menjadi seorang Teolog (Ilmuwan tentang Tuhan) karena kencintaannya kepada Kitab Suci dan kehidupan mistik.
  • Penerapan matematika pada Fisika menyempurnakan gagasan Descartes tentang “matematika universal” yang artinya adalah bahwa segala sesuatu haruslah bersifat matematis. Sejak Descartes dan digarisbawahi oleh Newton, modernisme meyakini bahwa yang natural itu pastilah sekaligus rasional atau alam itu pastilah rasional dan rasional itu pastilah matematis. Hal ini membuat Barat ekstrim dan memicu kemajuan dalam dunia sains, sehingga menjadi “super power” dalam blantika IPTEK.
Gagasan-gagasan atau Pokok-pokok Pemikirannya:
1) Realitas terdiri dari partikel terdasar yang disebut “atom” (Demokritos). Partikel terdasar ini, mempunyai kualitas primer yang terukur secara matematis. Dengan demikian, segala bentuk perubahan dalam alam semesta hanyalah perkara penggabungan, pemisahan, dan gerakan-gerakan atom.
2) Tentang manusia. Jiwa atau spirit adalah bagian tertentu dari otak yang disebut “sensorium” (bagian inti otak). Sensorium adalah penangkap objek dan penangkap gerakan-gerakan muskularnya. Hal ini oleh Locke disebut sebagai “imaji-imaji idea.” Hati manusia mempunyai logikanya sendiri yang disebutnya sebagai “logika hati” yang berbeda dengan “logika rasional” (logika otak). Karena itu, bisa dipahami jika orang yang lagi jatuh cinta kelakuannya sulit dipahami oleh “akal sehat” atau “logika rasional” karena hati mempunyai logikanya sendiri yang mandiri. Demikian pun dalam kehidupan iman atau keyakian, yang seringkali bermain di sana adalah “logika hati” dan bukan “logika rasional.” Apakah dalam perspektif ini “bom bunuh diri” demi membela agama dapat dibenarkan karena “hati” mempunyai logikanya sendiri menurut Newton yang sulit dipahami secara logis-rasional??
3) Tentang dunia. Menurutnya, dunia adalah sebuah sistem mekanisme raksasa. Disebut demikian karena memiliki hukum-hukum sebab akibat yang sangat rasional-matematis. Karena itu, “space’ (ruang) hanyalah ruang geometris, sedangkan “time” (waktu) hanyalah soal kontinuitas angka-angka belaka. Dan pasangan ruang dan waktu adalah wadah atau konteks dari semua mekanisme gerakan. Dengan demikian, dunia yang tampak atau lahiriah bukanlah “the real things” (nyata). Sebab yang esensial atau penting adalah pola-pola mekanis gerakan atom-atom di baliknya. Jadi, sesungguhnya dunia adalah “massa” yang pada hakikatnya adalah “inert” atau “lembam” (sesuatu kalau digerakan akan diam). Sesuatu itu bergerak, berproses, berubah karena daya-daya gravitasi (semua ini adalah mekanika klasik).
4) Tentang Tuhan. Baginya, Tuhan adalah “the Divine sensosium” yang infinit (tak terbatas) dan abadi (eternal). Tuhan merupakan ruang dan waktu yang absolut. Tuhan juga merupakan konteks dan sumber dari segala daya dan gerakan. Maka Tuhan ada di mana pun dan kapan pun (panenteisme). Dia adalah “all power of perceive” (segala sesuatu yang bisa dibayangkan atau Dia itu seluruhnya mata, seluruhnya telinga, dan seluruhnya tangan, dll). Karena itu, cara Dia bekerja sebetulnya di luar pemahaman kita. Tuhan mengetahui segala kejadian dan mampu campur tangan secara langsung
Dampak-dampak Pemikirannya:
1) Pemikirannya memperkuat keyakinan sejak Descates bahwa yang natural berarti sekaligus rasional atau sebaliknya, yang alamiah tentulah masuk akal. Kenyataannya, ternyata yang rasional belum tentu rasonal (kritik postmodernisme). Gagasan di atas, saat ini sangat problematis sekali, terutama hampir dalam konstruksivisme postmodern. Artinya, “segala hal yang dibuat manusia adalah hasil konstruksi manusia belaka.”
2) Penelitian ilmiah harus berangkat dari “data” dan sebisa mungkin pada tingkat awal hilangkanlah segala hipotesa atau prasangka-prasangka pribadi jika ingin meneliti sesuatu. Artinya, sebisa mungkin “jangan apriori dulu” jika ingin meneliti atau mengobservasi sesuatu hal. Idealisme ini, kelak menjadi “inti etos” ilmiah yang didasarkan pada obesevasi ketat yang seobjektif mungkin dengan mengabaikan unsur-unsur subjektif. Contoh cara kerja ilmiah: selalu mulai dari induksi, lalu deduksi, setelah itu hasilnya dicek ulang ke induksi. Sehingga tugas utama sains di sini adalah deskripsi (deduksi), sehingga pencarian akan  esensi dari sesuatu hal, sifatnnya sangatlah sekunder.
3) Karena mengutamakan observasi dan rasionalitas matematis, maka akhirnya dalam paradigma modern, hidup manusia dipahami dengan cara itu juga. Dampaknya adalah dianggap pentingnya keterukuran (commensarability). Maka terjadilah pengutamaan aspek-aspek material. Akibatnya, di dalam dunia modern, aspek spiritual atau rohaniah, semakin tersingkir dan dianggap irasional, sehingga mulai memudar bahkan hilang.
4) Pandangan tentang Tuhan, sebetulnya memberi peluang besar ke arah Pan-enteisme kontemporer. Namun, inspirasi ini, lama sekali baru bisa berkembang (catatan kritis: pantenteisme ditolak oleh ajaran resmi Gereja Katolik). Hal ini karena dihambat oleh fisikalisme dan commensarabilitas. Hal ini justru menunjang perpecahan antara sains dan agama…agama dianggap irasional oleh sains….dan sains dianggap ateis oleh agama….apakah keduanya tidak dapat didamaikan dan saling mendukung satu sama
lain? Iklim postmodern sekarang ini justru menyuarakan intergrasi antara sains dan spiritualitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar